Belum ada satu bulan resmi beroperasi, pelayanan kereta bandara dan skytrain di Bandara Soekarno Hatta (Soetta) menuai kritikan |
Tariana News
loading...
Belum ada satu bulan resmi beroperasi, pelayanan kereta bandara dan skytrain di Bandara Soekarno Hatta (Soetta) menuai kritikan.
Alat transportasi khusus di bandara ini digadang-gadang mampu semakin memudahkan penumpang untuk keluar dan menuju bandara.
Tapi nyatanya sistem yang berjalan di kereta bandara ini belum berjalan baik.
Hal ini juga menimbulkan kerugian pada penumpang.
Salah satu penumpang yang merasa dirugikan adalah Maggie Nuansa Mahardika dan temannya.
Pada mulanya Maggie rencananya ingin mencoba naik kereta bandara setelah sampai di Soetta.
Saat itu Maggie Nuansa Mahardika baru pulang dari Labuan Bajo.
Dia juga telah memesan tiket kereta bandara.
Kejadian tak mengenakkan terjadi ketika Maggie dan temannya menuju ke stasiun bandara.
Berikut cerita selengkapnya yang diunggah Maggie Nuansa Mahardika ke grup Backpacker Dunia pada Selasa (2/1/2017).
"Mau sekedar sharing pengalaman nggak enak pas naek kereta bandara dari Soetta menuju BNI City. Kebetulan saya ada beberapa dokumentasinya kemarin :D
Drama Kereta Bandara, Si Sistem Setengah Jadi
Kamu ngejar waktu dari atau ke bandara Soekarno Hatta ? This is my kind advice: jgn ambil resiko dengan naik kereta bandara kekinian alias rail link yang lagi ngehits itu, mending cari moda lainnya yang udah jelas.
Kereta bandara berhenti di stasiun bandara dan itu menyebabkan akses ke terminal penerbangannya ribet karena musti nyambung skytrain yg jadwalnya ngaco.
Ceritanya, sepulang dari Labuan Bajo tanggal 1 Januari lalu, gue sama Yessi Febrianty penasaran sama kereta bandara yg konon kece banget itu.
Kami pun pesan tiket rail link SHIA-BNI City untuk pulang dari bandara ke rumah.
Karena pesawat landing di Terminal 1C jam 16:30, kami pesan kereta bandara jam 18:10 supaya ada spare waktu nyari informasi dulu.
Karena nggak ada keterangan di e-tiket kami soal di mana harus naik, pake apa ke stasiunnya, harus print tiket atau nggak, dan lain sebagainya.
Singkat cerita, kami nanya petugas bandara gimana caranya naik rail link. Petugas bilang, kami harus ke stasiun bandara dan untuk ke stasiun bandara kami harus naik skytrain yg stasiunnya ada di depan gate keberangkatan terminal 1B.
Di stasiun skytrain, mbak-mbak yang jaga bilang, menurut jadwal skytrain bakal tiba 2 menit lagi. Dari situ ke stasiun kereta bandara menurut jadwal hanya butuh 3 menit. Nyatanya, itu skytrain baru datang jam6 lewat.
Ih, padahal gue udah bangga, loh jadi golongan orang-orang pertama yang nyobain kereta shuttle kayak di Changi atau KLIA.
Sampailah gue dan Yessi di stasiun bandara jam 18:06. Karena sadar waktu tinggal 4 menit, gue lari-larian dong karena ternyata dari tempat turun skytrain ke tmpt naik kereta bandara lumayan jauh dan harus turun pake eskalator.
Begitu sampai di pintu masuk, petugas bilang kami terlambat.
Keretanya masih ada di depan muka kami, sih, si petugas juga udah berusaha nanya lewat walkie talkie tapi memang telat. Yo wis. Masak iya pilotnya disuruh nungguin kita.
Gue sama Yessi protes ke petugas karena ini kesalahan skytrain dong, bukan kesalahan kami. Si petugas nyuruh kami ke CS.
CSnya mbak2 cantik sama mas2 ganteng yang minta maaf dan ngotot tiket kami hangus.
Wah mbak, lu belum tau Yessi, yak? Sebelum dapet pertanggungjawaban kagak bakalan tu anak mau beranjak. Ya, gue juga sama sik.
Akhirnya datang lah seorang bapak-bapak berseragam, sambil senyum-senyum ramah rada ngeledek, dia menerima semua ocehan Yessi dan gue.
Gue hard complaint soal skytrain yang paralel sama kereta bandara tapi telat sedangkan Yessi hard complaint soal minimnya informasi yg bisa didapat di terminal kedatangan.
"Ya siapa juga yg bisa ngeberentiin kereta kan Mbak, itu kereta on time. Mbak, santai aja... mau ikut kereta berikutnya atau mau dibalikin duitnya, bisa saya urus tapi nyantai dulu. Jadi gini... bla bla bla..."
Pada intinya si Bapak yg belum sempat gue tanya namanya siapa itu, menjelaskan cita2 mereka bikin kereta bandara, bikin akses semudah mungkin, skytrain yg masih salah perkiraan waktunya, dan bahwa sistem memang masih uji coba.
Tapi tampangngenyek si Bapak makin bikin Yessi berapi-api menjelaskan maksudnya bahwa mereka memang perlu benahin sistem sebelum kereta bandara beroperasi penuh.
Masih sambil senyum- senyumn, Si Bapak lalu nyuruh mas CS ngurus kami dan kami diminta nunggu di lounge.
Beberapa menit kemudian si Mas CS mendatangi kami dan menjelaskan lagi bahwa, "harusnya tiket hangus ya mba.. tapi karena kebijakan atasan saya, kami tawarkan solusi mba boleh ikut aja kereta berikutnya nggak usah beli tiket lagi."
Iye, Mas iyeeee.... udah empet juga keles gue denger cerita sistem lu yang kedengerannya profesional tapi kagak jelas itu dari tadi. Intinya tiket memang gak bisa direfund dan kami musti munggu jadwal berikutnya yang masih 1,5 jam lagi.
Setelah itung2an waktu, untuk keluar stasiun bandara dan pilih naik Damri, kami harus nunggu skytrain lagi yg datangnya 25 menit sekali ya. Belum lagi nunggu Damrinya juga sama aja bisa sejam.
Berhubung mager dan gak bisa direfund juga (pasti ada aja mulut nyinyir yg bilang, "yaelah 30 rebu doang aja", wooiii ini bukan masalah duitnya tapi tanggung jawabnya!) akhirnya kami setuju untuk naik kereta berikutnya.
Ye, si Bapak, saya udah rekam padahal omongan si Bapak yg bilang duit kita bisa dibalikin. Jujur aja kalo gue jadi si Bapak, yak, mending gue refund pake duit pribadi ketimbang malu-maluin. Hahahha.
Tapi ya balik lagi ke sistem, sih, gak bisa seenaknya kayak ilang tiba-tiba dari calon gebetan karena nemu yang lebih oke kan.
Baique, saya maafken soal gak bisa refund.
Somehow gue mengapresiasi usaha pemerintah untuk bikin sistem transportasi bandara sebagus mungkin, apalagi ini jadi sorotan utama karena bentar lagi Indonesia jd tuan rumah Asian Games. Gue juga salut rail link bisa berangkat tepat waktu.
Namun, tanpa manusia-manusia kritis binti bawel macam Yessi dan gue, revolusi mental di tubuh birokrasi (apalagi yg berhubungan langsung dg pelayanan publik) nggak akan terbangun.
Patologi birokrasi yang salah satunya suka bikin sistem terintegrasi tapi dalam kenyataannya gak integral dan suka nyalahin satu sama lain padahal berada di bawah satu payung itu hal yg plg susah diobatin menurut gue.
Dalam kasus ini, pihak-pihak di kereta rail link mengakui kekurangan sistem mereka yg gak bisa menjamin skytrain on time menyesuaikan jadwal kereta bandara yg on time.
Alasannya, ini masih tahap percobaan, jadi jadwal skytrain memang msh butuh dievaluasi dg mempertimbangkan lamanya penumpang naik dan turun, jadi bisa dijamin on scedhule.
Saat ini, jadwal skytrain masih berantakan karena perkiraan waktu naik-turun penumpang masih meleset.
Oke fine, jadi kami ini bahan percobaan. Gak cukup apa, Pak, kita ini dapet bermacam cobaan dari cowok-cowok yg gak peka???
Suka nggak suka, kenyataannya gitu. Kami nerima kok karena keisengan kami buat nyoba hal baru kadang-kadang emang suka agak ekstrim.
Kereta bandara yg on time memang harus diapresiasi tinggi namun kalau jadwal skytrain-nya amburadul, ya percuma.
Itu di mata gue kayak cowok seganteng Nicolas Saputra, cerdas dan tajir kayak Mark Zuckerberg, romantis kyk cowok2 di film drama Korea, tapi mulutnya bau kaos kaki dan keteknya bau tikus mati. Pendeknya, percuma!!!!
loading...
Percuma banget investasi triliunan rupiah, bikin desain stasiun bandara yg kece (sumpah stasiunnya kece dah kayak di luar negeri) tapi jadwal kereta pendukungnya kagak beres dan bikin orang pusing tujuh keliling.
Sayang, kan (tuh kan, blm apa2 udah sayang aja).
Dan hal yang gue sesalkan adalah, ada pelanggan-pelanggan lainnya yang bernasib sama dengan gue dan Yessi tapi diperlakukan berbeda.
Ada mbak-mbak berjilbab yg sebelumnya ketemu gue di CS dan waiting lounge lalu ketemu lagi di mushola.
Gue nanya apakah dia mendapat pertanggungjawaban yg sama dg yang gue dapat. You know what? NGGAK! Dia harus nunggu 1,5 jam dan harus BELI TIKET LAGI kalau mau tetap naik kereta bandara.
Buset, kalau gak ada yg ngotot komplen mereka akan anggap sistem mereka baik-baik aja kali, yak.
Bapak Ibu birokrat yg terhormat, masak, sih kalian harus digertak dan dikomplen dengan keras hanya untuk bertanggung jawab atas kesalahan yg ditimbulkan dari sistem setengah jadi yg kalian bikin sendiri?
Kalau gitu jangan salahin orang-orang yg bisa sampe tereak-tereak, ngegebrak meja, atau ngelempar botol saat komplen karena kalian kok emang harus digituin, ya untuk mau tanggung jawab?
Ketika sistem kalian yg salah atau kurang, logikanya kalian gak bisa nyalahin pelanggan yang udah ngikutin semua prosedur atas informasi yang tersedia, dong.
Menurut gue, hal-hal yg harus dievaluasi adalah:
1. Akses informasi yg akurat di terminal kedatangan. Gue nerima info bahwa ke stasiun kereta bandara HARUS pk skytrain padahal nyatanya bisa pakai kendaraan lainnya
2. Informasi lengkap soal akses yg tersedia di tiket tercetak atau di etiket. Misalnya, kalau kereta anda jam 18:10, kasih tau paling lambat anda harus naik skytrain dg jadwal pukul sekian
3. CS yang ramah dan goodlooking bukan solusi kalau bisanya cuman minta maaf. Sistemnya juga gitu, jgn cuma ngandelin tampang kereta sama tampang stasiun yang mewah tapi otaknya kopong.
4. Ketepatan jadwal skytrain maupun shuttle bus bandara. Kan katanya paralel dan terintegrasi, toh?
5. Harga tiket 100 ribu itu cukup mahal buat orang Indonesia untuk jarak tempuh yg nggak terlalu express juga, jd tolong, sesuaikan servicenya dengan harga itu.
(Maaf ya, salah kasih informasi, update-nya tiket kereta bandara bakal dilabel Rp70 ribu)
Semoga kami adalah korban terakhir percobaan sistem setengah jadi ini. Kami tentu mendukung akses transportasi yang mudah dan modern biar Indonesia nggak malu-maluin amat kalo dibandingin sama tetangga dekat, Singapura dan Malaysia.
Sukur2 follower gue gak sebanyak Ayu Ting Ting ama Lambe Turah. Kalo ampe Minceu-nya Lambe Turah yg jadi korban, bisa didemo itu bandara"
Nah, kritik dari penumpang ini bisa digunakan pihak pengelola stasiun dan kereta bandara untuk evaluasi.
BACA ARTIKEL SELANJUTNYA
loading...
Wanita ini Mengkritik Pedas Kereta Bandara yang Baru Saja Beroperasi, Tulisannya Viral!
Reviewed by Unknown
on
05 January
Rating: